LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN DENGAN
GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : VULNUS LACERATUM di BANGSAL BOUGENVIL
RSUD MAJENANG KABUPATEN CILACAP
Disusun Oleh :
Indra Hermawan
A11000608
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
MUHAMMADIYAH
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
GOMBONG
2012
LAPORAN
PENDAHULUAN
ASUHAN
KEPERAWATAN pada KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : VULNUS LACERATUM DI
KAMAR C5 BANGSAL BOUGENVIL
RSUD
MAJENANG KABUPATEN CILACAP
A. PENGERTIAN
Dari
beberapa reverensi yang memuat tentang vulnus laceratum di antara reverensi
yang penulis temukan adalah:
a.
Vulnus
laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga
terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat
kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
b.
Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka)
adalah satu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh”.
c.
Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus
Laceratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang
kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”.
d.
Vulnus Laceratum ( luka robek ) adallah
luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering
diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang.
(http://one.indoskripsi.com)
B. ETIOLOGI
Chada 1995
menyatakan Vulnus Laseratum dapat di
sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
a.
Alat yang tumpul.
b.
Jatuh ke benda tajam dan keras.
c.
Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d.
Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
e. Trauma mekanis yang disebabkan
karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
f. Trauma elektris dan penyebab cidera
karena listrik dan petir.
g. Trauma termis, disebabkan oleh panas
dan dingin.
h. Truma kimia, disebabkan oleh zat
kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif
lainnya.
C.
PATOFISIOLOGI
Menurut
Price (2006), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul,
goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya
respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau
inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam
keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya
cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan
baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang
nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang
hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan
hidup.
Menurut
Buyton & hal (1997).
Nyeri
timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan
jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan
ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila
nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang
berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda-tanda umum adalah syok dan
syndroma remuk ( cris syndroma ), dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi
nyeri dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai
dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah,
kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah
yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut
hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan
Mansjoer
(2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laceratum adalah:
a.
Luka tidak teratur
b.
Jaringan rusak
c.
Bengkak
d.
Pendarahan
e.
Akar rambut tampak hancur atau tercabut
bila kekerasanya di daerah rambut
f.
Tampak lecet atau memer di setiap luka”.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Pemeriksaan diagnostik yang perlu di
lakukan terutama darah lengkap. tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang
terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2.
Sel-sel darah putih leukosit dapat
terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap
proses infeksi.
3.
Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin
tinggi atau lengkap.
4.
Laju endap darah (LED) menunjukkan
karakteristik infeksi.
5.
Gula darah random memberikan petunjuk
terhadap penyakit deabetus melitus
G. PENATALAKSANAAN
Dalam manajemen perawatan luka ada
beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik,
pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian
antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1.
Evaluasi luka meliputi anamnesis dan
pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2.
Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk
mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya
digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a.
Alkohol,
sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b.
Halogen
dan senyawanya
c.
Oksidansia
d.
Logam berat dan garamnya
e.
Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah
(konsentrasi 3%).
f.
Derivat fenol
g.
Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi
0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka
terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam
proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak
tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang
efektif dan aman terhadap luka. Pembersihan Luka
Tujuan
dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang
jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).
Beberapa langkah yang harus
diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a.
Irigasi
dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda
asing.
b. Hilangkan
semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c.
Berikan antiseptik
d.
Bila
diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
e.
Bila
perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
3.
Penjahitan luka
Luka
bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam
boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak
berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
4.
Penutupan Luka
Adalah
mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
5.
Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya
rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6.
Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak
perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu
diberikan antibiotik.
7.
Pengangkatan Jahitan
Jahitan
diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan
tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka,
usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ;
Walton, 1990:44).
H. TIPE PENYEMBUHAN LUKA
a.
Primary
Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka
biasanya dengan jahitan.
b.
Secondary
Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya
jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jWidiyas ini biasanya tetap terbuka.
c.
Tertiary
Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka
yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan
tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397)
I. DIAGNOSA
DAN INTERVENSI KEPERAWATAN.
1) Nyeri B. D adanya luka.
Kaji tingkat dan intensitas nyeri serta durasi nyeri.
Alihkan persepsi px terhadap rasa nyeri.
Monitor TTV.
Anjurkan tehnik relaksasi seperti menarik nafas dalam.
2) Gangguan pola tidur B. D nyeri.
Kaji tingkat dan intensitas nyeri serta durasi nyeri.
Monitor TTV.
Atur posisi px senyaman mungkin.
3) Keterbatasan aktifitas B. D
kelemahan otot.
Monitor TTV.
Bantu px untuk melakukan aktifitas.
Anjurkan px untuk melakukan latihan ROM.
Libatkan keluarga px dalam pemenuhan aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA
ISFI. 2000. ISO Indonesia. Jakarta:
Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.
Purnawati, et, all. 1992. Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI
Ralami ahmad. 1977. Kamus
Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
--------Askep vulnus laceratum. 2011. http://perawat-intan.blogspot.com/2011/05/askep-vulnus-
laceratum.html.
diakses tanggal 16 Juli 2012
pukul 18.30 WIB
--------Askep vulnus laceratum. 2011.http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/17675415/
askepluka.docx. diakses
tanggal 16 Juli 2012 pukul 18.30 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar