DHF (Dengue Haemoragic Fever)
Disusun Oleh :
Indra
Hermawan
A11000608
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2013
DHF (Dengue Haemoragic Fever)
A. DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer &
Suprohaita, 2000; 419).
Demam
berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
(arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
(Suriadi & Yuliani, 2001).
Dengue Haemoragic Fever
(DHF) adalah penyakit demam yang
berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih
banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai
dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan
penularan melalui gigitan nyamuk Aedes (Soedarto, 1990; 36).
Dari
beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic
fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus
yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.
B. ETIOLOGI
1. Virus Dengue
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe
1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang
biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari
sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus (Soedarto, 1990; 36).
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta (Soedarto, 1990; 38).
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta (Soedarto, 1990; 38).
C. KLASIFIKASI DHF
WHO, 1997 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4
golongan, yaitu :
1. Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7
hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2. Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan
seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun/hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi
gelisah.
4. Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
D. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan
menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga
terjadi komplek imun Antibodi-virus pengaktifan tersebut akan membentuk dan
melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, histamin), yang akan
merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu
hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi
hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding
pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun
antibodi-virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan
fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak
teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik.
Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi :
1. aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat
anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga
terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2. agregasi
trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan
fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda
dari sumsum tulang
3. kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang
atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh
vaskulopati, trombositopenia dan kuagulopati (Arief Mansjoer & Suprohaita,
2000; 419).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya (Soedarto, 1990; 39).
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya (Soedarto, 1990; 39).
2. Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Soedarto, 1990; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995; 349).
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Soedarto, 1990; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995; 349).
3. Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soederita, 1995; 39).
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soederita, 1995; 39).
4. Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok
terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk
(Soedarto, 1995; 39).
F.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah
a.
Trombosit menurun
b.
HB meningkat lebih 20 %
c.
HT meningkat lebih 20 %
d.
Leukosit menurun pada
hari ke 2 dan ke 3
e.
Protein darah rendah
f.
Ureum PH bisa meningkat
g.
NA dan CL rendah
2. Serology
: HI (hemaglutination inhibition test)
a.
Rontgen thorax : Efusi
pleura
b.
Uji test torniquet (+)
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah
baring atau istirahat baring
2. Diet
makan lunak
3. Minum
banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri
penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting
bagi penderita DHF.
4. Pemberian
cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang
paling sering digunakan.
5. Monitor
tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi
pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa
Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7. Pemberian
obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8. Monitor
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9. Pemberian
antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10. Monitor
tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital,
hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11. Bila
timbul kejang dapat diberikan Diazepam.
H.
PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat
dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1.
Memanfaatkan perubahan
keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor
pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2.
Memutuskan lingkaran
penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan
kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
3.
Mengusahakan
pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit
termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4.
Mengusahakan
pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan
vektor antara lain :
a.
Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan
dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk
membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida).
Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara
penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang
nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan
ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.
b.
Tanpa insektisida
Caranya adalah :
-
Menguras bak mandi,
tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur
nyamuk lamanya 7-10 hari).
-
Menutup tempat
penampungan air rapat-rapat.
-
Membersihkan halaman
rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain
yang memungkinkan
nyamuk bersarang.
FOKUS PENGKAJIAN
A.
Identitas Klien
Identitas Penanggung jawab
B. Keluhan Utama
C. Riwayat Penyakit Sekarang
D. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1. Prenatal
:
2. Natal
dan post natal:
3. Penyakit
yang pernah diderita:
4. Hospitalisasi/tindakan
operasi:
5. Injuri/kecelakaan:
6. Alergi :
7. Imunisasi
dan tes laboratorium:
8. Pengobatan:
E. Riwayat Sosial
1. Yang
mengasuh
2. Hubungan
dengan anggota keluarga
3. Pembawaan
secara umum
F.
Riwayat Keluarga
1.
Sosial ekonomi
2.
Lingkungan rumah
3.
Penyakit keluarga
G.
Pengkajian Tingkat
Perkembangan Saat Ini
1.
Personal sosial
2.
Motorik halus
3.
Bahasa
4.
Motorik kasar
H. Pengkajian Pola Kesehatan
1. Pemeliharaan
kesehatan
2. Pola
nutrisi
3. Pola
eliminasi
4. Pola
aktifitas dan latihan
5. Pola
istirahat dan tidur
6. Pola
konsep diri
7. Pola
peran hubungan
8. Pola
persepsi dan kognitif
9. Pola
reproduksi dan seksual
10. Pola
koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan
11. Pola
nilai dan keyakinan
I.
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
2. Kesadaran :
3. TTV : Nadi :
x/menit
RR : x/menit
Suhu : oC
4. Kulit
5. Kepala
6. Mata
7. Telinga
8. Hidung
9. Mulut
10. Leher
11. Dada
Paru-paru
Jantung
12. Payudara
13. Abdomen
14. Genetalia
15. Muskuleskeletal
16. Neurologi
J.
Pemeriksaan Penunjang
1. Data Laboratorium
Pemeriksaan darah
IgG dengue :
HB : gr/dl
Ht : %
Leukosit : ul
Trombosit : ul
K. Diagnosa Keperawatan
a.
Hipertermi
b.d proses infeksi virus dengue
b.
Kekurangan
volume cairan b.d perdarahan,
muntah dan demam
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d anoreksia
d.
Nyeri
akut b.d proses patologis penyakit
e.
Resiko syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
L. Intervensi Keperawatan
a.
Hipertermi
b.d proses infeksi virus dengue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan
hipertermi dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
-
Suhu tubuh normal (36 –
37oC)
-
Pasien bebas dari demam
Intervensi :
1)
Kaji saat timbulnya
demam
Rasional :
untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2)
Observasi tanda vital
(suhu, nadi, pernafasan) setiap 3 jam
Rasional :
tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum pasien.
3)
Anjurkan pasien untuk
banyak minum ±
2,5 liter/24 jam
Rasional :
peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
meningkat sehingga perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang
banyak.
4)
Berikan kompres hangat.
Rasional :
dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu tubuh.
5)
Anjurkan untuk tidak
memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional :
pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6)
Berikan terapi cairan
intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : Pemberian cairan sangat
penting bagi pasien dengan suhu
tinggi.
b.
Kekurangan
volume cairan b.d perdarahan,
muntah dan demam
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi devisit voume cairan, dengan kriteria
hasil:
-
Input dan output seimbang
-
Vital sign dalam batas normal (N: 80-120x/mnt, S: 36-37,5oC, RR: 20-50x/mnt)
Intervensi :
1) Kaji
keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan
data dasar pasien untuk mengetahui
penyimpangan dari keadaan
normalnya.
2) Observasi
tanda-tanda syok
Rasional : agar dapat
segera dilakukan tindakan untuk menangani
syok.
3) Berikan
cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : pemberian
cairan IV sangat penting bagi pasien yang
mengalami kekurangan cairan
tubuh karena cairan tubuh
karena cairan langsung masuk ke
dalam pembuluh darah.
4) Anjurkan
pasien untuk banyak minum
Rasional : asupan
cairan sangat diperlukan untuk menambah volume
cairan tubuh.
5) Catat
intake dan output
Rasional : untuk
mengetahui keseimbangan cairan.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan
b.d anoreksia
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan
gangguan pemenuhan nutrisi teratasi, dengan kriteria
hasil:
-
Intake nutrisi
klien meningkat
-
Pasien
mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan/dibutuhkan
Intervensi:
1)
Kaji keluhan mual,
sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : untuk
menetapkan cara mengatasinya.
2)
Kaji cara/bagaimana
makanan dihidangkan.
Rasional : cara
menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
makan pasien.
3)
Berikan makanan yang
mudah ditelan seperti bubur.
Rasional: Membantu
mengurangi kelelahan pasien dan
meningkatkanasupan makanan.
4)
Berikan makanan dalam
porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : untuk
menghindari mual.
5)
Catat jumlah/porsi
makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : untuk
mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6)
Berikan obat-obatan
antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : antiemetik
membantu pasien mengurangi rasa mual dan
muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien
meningkat.
7)
Ukur berat badan pasien
setiap minggu.
Rasional : untuk
mengetahui status gizi pasien.
d.
Nyeri
akut b.d proses patologis penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
-
Nyeri berkurang atau
hilang
Intervensi :
1) Kaji
tingkat nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk
mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2) Berikan
posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : untuk
mengurangi rasa nyeri.
3) Alihkan
perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : dengan
melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan
perhatiannya
terhadap nyeri yang dialami.
4) Lakukan
terapi bermain
Rasional : untuk
mengurangi rasa nyaeri.
5) Berikan
obat-obat analgetik.
Rasional : analgetik
dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
e. Resiko syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler
Tujuan:
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan
tidak terjadi syok
hypovolemik, dengan kriteria hasil:
-
Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi:
1) Monitor keadaan umum pasien
Raional : untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama
saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok/syok.
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
memastikan tidak terjadi presyok/syok.
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan,
dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat
dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara hebat.
5) Kolaborasi dalam pemeriksaan HB, trombosit
Rasional : untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, (terjemahan). Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000.Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Effendy, Christantie. 1995.Perawatan Pasien DHF.
Jakarta: EGC.
Hendarwanto. 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II.
Jakarta:Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Sunaryo, Soemarno. 1998. Demam Berdarah Pada Anak. Jakarta: UI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar