BAB I
PENDAHULUAN
- Latar
Belakang
Asfiksia
neonatorum adalah suatu keadaan bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia adalah salah satu penyebab
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir dan akan membawa berbagai dampak pada
periode neonatal. Menurut National Center For Health Statistics (NCHS), pada
tahun 2002, asfiksia menyebabkan 14 kematian per 100.000 kelahiran hidup di
Amerika Serikat. Di dunia, lebih dari 1 juta bayi mati karena komplikasi
asfiksia neonatorum. Di RSU Roemani Semarang selama tahun 2007, angka kelahiran
bayi hidup mencapai 1600 jiwa setahun dengan angka kejadian bayi baru lahir
dengan asfiksia berjumlah 187 kelahiran.
Asfiksia
bayi baru lahir dapat dihubungkan dengan beberapa keadaan kehamilan dan
kelahiran. Bayi tersebut dalam keadaan resiko tinggi dan ibu dalam keadaan
hamil resiko tinggi. Pada umur kahamilan 30 minggu, paru janin sudah menunjukan
pematangan baik secara anatomis maupun fungsional, walaupun demikian janin
tidak melakukan pergerakan pernapasan kecuali jika ada gangguan yang dapat
menimbulkan hipoksia /anoksia. Pada keadaan asfiksia bayi mengalami kekurangan
O2
dan
kelebihan CO2 yang dapat mengakibatkan asidosis.
Keadaan inilah yang menjadi penyebab kegagalan dalam beradaptasi dan sering
berlanjut menjadi sindrom gangguan pernapasan dan pada hari- hari pertama
kelahiran. Insidensi pada bayi premature kulit putih lebih tinggi daripada bayi
kulit hitam dan lebih sering pada bayi laki- laki daripada perempuan (Nelson,
1999).
- Tujuan
a.
Tujuan umum.
Mendapatkan gambaran asuhan keperawatan
pada bayi dengan Asfiksia.
b.
Tujuan khusus
Setelah selesai menyelesaikan tugas
membuat asuhan keperawatan pada bayi dengan asfiksia, penulis mampu :
1.
Memahami dasar pengkajian dari
keperawatan asfiksia.
2.
Memahami diagnosa keperawatan asfiksia.
3.
Memahami perencanaan asuhan keperawatan
asfiksia.
4.
Memahami implementasi asuhan keperawatan
asfiksia.
5.
Memahami evaluasi keperawatan asfiksia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
Asfiksia
Neonatus adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang tidak segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 1989)
Asfiksia
neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang
menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba, 1998)
Asfiksia
neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2000)
Asfiksia berarti hipoksia yang
progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses ini berlangsung terlalu
jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001)
Asfiksia lahir ditandai dengan
hipoksemia (penurunan PaO2), hiperkarbia (peningkatan PaCO2), dan asidosis
(penurunan PH).
B.
JENIS
ASFIKSIA
Ada dua macam jenis asfiksia,
yaitu :
1. Asfiksia livida (biru)
2. Asfiksia pallida (putih)
C.
KLSIFIKASI
ASFIKSIA
Klasifikasi asfiksia berdasarkan
nilai APGAR
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR
0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan
nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia
dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
D.
ETIOLOGI
Penyebab asfiksia menurut Mochtar
(1989) adalah :
1. Asfiksia dalam kehamilan
a. Penyakit infeksi akut
b. Penyakit infeksi kronik
c. Keracunan oleh obat-obat bius
d. Uraemia dan toksemia gravidarum
e. Anemia berat
f. Cacat bawaan
g. Trauma
2. Asfiksia dalam persalinan
a. Kekurangan O2.
v
Partus
lama (CPD, rigid serviks dan atonia/ insersi uteri)
v
Ruptur
uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus mengganggu sirkulasi
darah ke uri.
v
Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada
plasenta.
v
Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan
antara kepaladan panggul.
v
Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak
tepat pada waktunya.
v
Perdarahan banyak : plasenta previa dan
solutio plasenta.
v
Kalau plasenta sudah tua : postmaturitas
(serotinus), disfungsi uteri.
b. Paralisis pusat pernafasan
v
Trauma
dari luar seperti oleh tindakan forceps
v
Trauma
dari dalam : akibat obet bius.
Penyebab
asfiksia Stright (2004)
1. Faktor ibu, meliputi amnionitis,
anemia, diabetes hioertensi ynag diinduksi oleh kehamilan, obat-obatan
iinfeksi.
2. Faktor uterus, meliputi
persalinan lama, persentasi janin abnormal.
3. Faktor plasenta, meliputi
plasenta previa, solusio plasenta, insufisiensi plasenta.
4. Faktor umbilikal, meliputi
prolaps tali pusat, lilitan tali pusat.
5. Faktor janin, meliputi
disproporsi sefalopelvis, kelainan congenital
kesulitan
kelahiran.
E.
MANIFESTASI
KLINIK
1. Pada Kehamilan
Denyut
jantung janin lebih cepat dari 160 x/mnt atau kurang dari 100 x/mnt, halus dan
ireguler serta adanya pengeluaran mekonium.
·
Jika
DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia
·
Jika
DJJ 160 x/mnt ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia
·
Jika
DJJ 100 x/mnt ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat
2. Pada bayi setelah lahir
·
Bayi
pucat dan kebiru-biruan
·
Usaha
bernafas minimal atau tidak ada
·
Hipoksia
·
Asidosis
metabolik atau respiratori
·
Perubahan
fungsi jantung
·
Kegagalan
sistem multiorgan
·
Kalau
sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang,
nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.
F.
PATOFISIOLOGI
Bila janin kekurangan O2 dan
kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ
(denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung
maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan
akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan
pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama
makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder,
denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan
upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan
pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
G.
KEMUNGKINAN
KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Komplikasi yang muncul pada
asfiksia neonatus antara lain :
1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada
penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,
keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi
ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini
dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir
ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
ASUHAN KEPERWATAN
PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA
PADA ANAK DENGAN ASFIKSIA
A.
PENGKAJIAN
1. Sirkulasi
·
Nadi
apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt. Tekanan darah 60 sampai 80
mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
·
Bunyi
jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat di kiri
dari mediastinum pada ruang intercosta III/ IV.
·
Murmur
biasa terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
·
Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2
arteri dan 1 vena.
2. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
Dapat berkemih saat lahir.
3. Makanan/ cairan
·
Berat
badan : 2500-4000 gram
·
Panjang
badan : 44-45 cm
·
Turgor
kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)
4. Neurosensori
·
Tonus
otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
·
Sadar
dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit pertama setelah
kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema,
hematoma).
·
Menangis
kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukkan abnormalitas
genetik, hipoglikemi atau efek narkotik yang memanjang)
5. Pernafasan
·
Skor
APGAR : 1 menit......5 menit....... skor optimal harus antara 7-10.
·
Rentang
dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
·
Bunyi
nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada awalnya silindrik thorak :
kartilago xifoid menonjol, umum terjadi.
6. Keamanan
·
SUHU
rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks (jumlah dan distribusi
tergantung pada usia gestasi).
·
Kulit
: lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat terlihat, warna merah muda
atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor (misal :
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie pada kepala/
wajah (dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau
tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara alis
mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan
bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penempatan elektroda
internal)
B.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
·
PH
tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat
rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
·
Hemoglobin/
hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
·
Tes
combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks
antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.
C.
PRIORITAS
KEPERAWATAN
·
Meningkatkan
upaya kardiovaskuler efektif.
·
Memberikan
lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh.
·
Mencegah
cidera atau komplikasi.
·
Meningkatkan
kedekatan orang tua-bayi.
D.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/
hiperventilas
3. Kerusakan pertukaran gas b.d
ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali
kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu
tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
6. Proses keluarga terhenti b.d
pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
E. INTERVENSI
1. DP I. Bersihan jalan nafas tidak
efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan jalan nafas lancar.
NOC I : Status Pernafasan : Kepatenan Jalan Nafas
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas
normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan
nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.
NOC
II : Status Pernafasan : Pertukaran Gas
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.
2. Tidak menunjukkan kegelisahan.
3. Tidak adanya sianosis.
4. PaCO2 dalam batas normal.
5. PaO2 dalam batas normal.
6. Keseimbangan perfusi ventilasi
NIC
I : Suction jalan nafas
Intevensi :
Intevensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction
tracheal.
2. Auskultasi suara nafas sebelum
dan sesudah suction .
3. Beritahu keluarga tentang
suction.
4. Bersihkan daerah bagian tracheal
setelah suction selesai dilakukan.
5. Monitor status oksigen pasien,
status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah suction.
NIC
II : Resusitasi : Neonatus
1. Siapkan perlengkapan resusitasi
sebelum persalinan.
2. Tes resusitasi bagian suction dan
aliran O2 untuk memastikan dapat berfungsi dengan baik.
3. Tempatkan BBL di bawah lampu
pemanas radiasi.
4. Masukkan laryngoskopy untuk
memvisualisasi trachea untuk menghisap mekonium.
5. Intubasi dengan endotracheal
untuk mengeluarkan mekonium dari jalan nafas bawah.
6. Berikan stimulasi taktil pada
telapak kaki atau punggung bayi.
7. Monitor respirasi.
8. Lakukan auskultasi untuk
memastikan vetilasi adekuat.
2. DP II. Pola nafas tidak efektif
b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola nafas menjadi efektif.
NOC : Status respirasi : Ventilasi
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas
yang efektif.
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal.
NIC
: Manajemen jalan nafas
Intervensi :
Intervensi :
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
dengan melakukan pengisapan lender.
2) Pantau status pernafasan dan
oksigenasi sesuai dengan kebutuhan.
3) Auskultasi jalan nafas untuk
mengetahui adanya penurunan ventilasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemeriksaan AGD dan pemakaian alan bantu nafas
5) Siapkan pasien untuk ventilasi
mekanik bila perlu.
6) Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan.
3. DP III. Kerusakan pertukaran gas
b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pertukaran gas teratasi.
NOC : Status respiratorius : Pertukaran gas
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
NIC
: Manajemen asam basa
Intervensi :
Intervensi :
1) Kaji bunyi paru, frekuensi nafas,
kedalaman nafas dan produksi sputum.
2) Pantau saturasi O2 dengan
oksimetri
3) Pantau hasil Analisa Gas Darah
4. DP IV. Risiko cedera b.d anomali
kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen
infeksius.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan risiko cidera dapat dicegah.
NOC : Pengetahuan : Keamanan Anak
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang
tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik
pertolongan pertama.
NIC
: Kontrol Infeksi
Intervensi :
Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan
sesudah merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan steril.
3. Lakukan pengkajian fisik secara
rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh darah tali pusat dan adanya
anomali.
4. Ajarkan keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi pelayanan kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi sesuai
indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis B bila serum ibu
mengandung antigen permukaan hepatitis B (Hbs Ag), antigen inti hepatitis B
(Hbs Ag) atau antigen E (Hbe Ag).
5. DP V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d
kurangnya suplai O2 dalam darah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu tubuh normal.
NOC I : Termoregulasi : Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas
normal.
2. Tidak terjadi distress
pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.
NIC
I : Perawatan Hipotermi
Intervensi :
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan
dan tempatkan pada lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang berhubungan
dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna kulit dll.
3. Monitor temperatur dan warna
kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor adanya bradikardi.
6. Monitor status pernafasan.
NIC
II : Temperatur Regulasi
Intervensi :
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL setiap 2
jam sampai suhu stabil.
2. Jaga temperatur suhu tubuh bayi
agar tetap hangat.
3. Tempatkan BBL pada inkubator bila
perlu.
6. DP VI. Proses keluarga terhenti
b.d pergantian dalam status kesehatan anggota keluarga.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan koping keluarga adekuat.
NOC I : Koping keluarga
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
2. Kestabilan prioritas.
3. Mempunyai rencana darurat.
4. Mengatur ulang cara perawatan.
NOC
II : Status Kesehatan Keluarga
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota
keluarga.
2. Anak mendapatkan perawatan
tindakan pencegahan.
3. Akses perawatan kesehatan.
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
NIC
I : Pemeliharaan proses keluarga
Intervensi :
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses keluarga.
2. Identifikasi efek pertukaran
peran dalam proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga untuk
menggunakan mekanisme support yang ada.
4. Bantu anggota keluarga untuk
merencanakan strategi normal dalam segala situasi.
NIC
II : Dukungan Keluarga
Intervensi :
Intervensi :
1. Pastikan anggota keluarga bahwa
pasien memperoleh perawat yang terbaik.
2. Tentukan prognosis beban
psikologi dari keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi alam spiritual yang
diberikan keluarga.
F. EVALUASI
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
DP I. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Tidak menunjukkan demam.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan cemas.(skala 3)
3. Rata-rata repirasi dalam batas
normal.(skala 3)
4. Pengeluaran sputum melalui jalan
nafas.(skala 3)
5. Tidak ada suara nafas
tambahan.(skala 3)
NOC
II
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1. Mudah dalam bernafas.(skala 3)
2. Tidak menunjukkan
kegelisahan.(skala 3)
3. Tidak adanya sianosis.(skala 3)
4. PaCO2 dalam batas normal.(skala
3)
5. PaO2 dalam batas normal.(skala 3)
DP
II. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi.
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang
efektif.(skala 3)
2. Ekspansi dada simetris.(skala 3)
3. Tidak ada bunyi nafas
tambahan.(skala 3)
4. Kecepatan dan irama respirasi
dalam batas normal.(skala 3)
DP
III. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Kriteria hasil :
Kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas.(skala 3)
2. Fungsi paru dalam batas
normal.(skala 3)
DP
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
1. Bebas dari cidera/
komplikasi.(skala 4)
2. Mendeskripsikan aktivitas yang
tepat dari level perkembangan anak.(skala 4)
3. Mendeskripsikan teknik
pertolongan pertama.(skala 4)
DP
V. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
NOC I
Kriteria Hasil :
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas
normal.(skala 3)
2. Tidak terjadi distress
pernafasan. (skala 3)
3. Tidak gelisah. (skala 3)
4. Perubahan warna kulit. (skala 3)
5. Bilirubin dalam batas normal.
(skala 3)
NOC
II
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota
keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan
tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala
3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
(skala 3)
DP
IV. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi
pemajanan pada agen-agen infeksius.
NOC I
Kriteria Hasil :
NOC I
Kriteria Hasil :
1. Percaya dapat mengatasi masalah.
(skala 3)
2. Kestabilan prioritas. (skala 3)
3. Mempunyai rencana darurat. (skala
3)
4. Mengatur ulang cara perawatan.
(skala 3)
NOC
II
Kriteria Hasil :
Kriteria Hasil :
1. Status kekebalan anggota
keluarga. (skala 3)
2. Anak mendapatkan perawatan
tindakan pencegahan. (skala 3)
3. Akses perawatan kesehatan. (skala
3)
4. Kesehatan fisik anggota keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito.
2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius.
Santosa, B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda. Definisi dan Klasifikasi. Jakarta : Prima
Medika.
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Wilkinson. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta : EGC
Saifudin. A. B. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
Terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
Straight. B. R. 2004. Keperawatan Ibu Baru Lahir. Edisi 3. Jakarta : EGC
Terdapat pada http://www.freewebs.com/asfiksia/polacederaasfiksia.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar