Translate

Sabtu, 01 Maret 2014

ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : VULNUS LACERATUM di BANGSAL BOUGENVIL RSUD MAJENANG KABUPATEN CILACAP

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : VULNUS LACERATUM di BANGSAL BOUGENVIL
RSUD MAJENANG KABUPATEN CILACAP
 



Disusun Oleh :
Indra Hermawan
A11000608




SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
GOMBONG
2012



LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN pada KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM INTEGUMEN : VULNUS LACERATUM DI KAMAR C5 BANGSAL BOUGENVIL
RSUD MAJENANG KABUPATEN CILACAP


A.    PENGERTIAN

Dari beberapa reverensi yang memuat tentang vulnus laceratum di antara reverensi yang penulis temukan adalah:

a.       Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan jaringan.
b.      Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana terputusnya kontinuitas jaringan tubuh”. 
c.       Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laceratum merupakan luka terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga melampaui elastisitas kulit atau otot”. 
d.      Vulnus Laceratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan alat di dalam seperti patah tulang. (http://one.indoskripsi.com)

B.     ETIOLOGI

Chada 1995 menyatakan  Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh beberapa hal di antaranya :
a.       Alat yang tumpul.
b.      Jatuh ke benda tajam dan keras.
c.       Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d.      Kecelakaan akibat kuku dan gigitan
e.       Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terbentur dan terjepit.
f.       Trauma elektris dan penyebab cidera karena listrik dan petir.
g.      Trauma termis, disebabkan oleh panas dan dingin.
h.      Truma kimia, disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritif dan berbagai korosif lainnya.

C.    PATOFISIOLOGI
Menurut Price (2006), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya. Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional. Jika jaringan yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara jaringan mati dan hidup.
Menurut Buyton & hal (1997). Nyeri timbul karena kulit mengalami luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.
D.    PATHWAY
E.     MANIFESTASI KLINIS 
Tanda-tanda umum adalah syok dan syndroma remuk ( cris syndroma ), dan tanda-tanda lokal adalah biasanya terjadi nyeri dan pendarahan. Syok sering terjadi akibat kegagalan sirkulasi perifer ditandai dengan tekanan darah menurun hingga tidak teraba, keringat dingin dan lemah, kesadaran menurun hingga tidak sadar. Syok dapat terjadi akibat adanya daerah yang hancur misalnya otot-otot pada daerah yang luka, sehingga hemoglobin turut hancur dan menumpuk di ginjal yang mengakibatkan
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laceratum adalah:
a.       Luka tidak teratur
b.      Jaringan rusak
c.       Bengkak
d.      Pendarahan
e.       Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah rambut
f.       Tampak lecet atau memer di setiap luka”.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 
1.      Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama darah lengkap. tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
2.      Sel-sel darah putih leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
3.      Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
4.      Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
5.      Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus melitus 

G.    PENATALAKSANAAN
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan pengangkatan jahitan.
1.      Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan eksplorasi).
2.      Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik seperti:
a.       Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif).
b.      Halogen dan senyawanya
c.       Oksidansia
d.      Logam berat dan garamnya
e.       Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
f.       Derivat fenol
g.      Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah, kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meninangkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA, 2004:16).

Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka yaitu :
a.        Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
b.       Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati.
c.        Berikan antiseptik
d.       Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan pemberian anastesi lokal
e.        Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000: 398;400)
3.      Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh persekundam atau pertertiam.
4.      Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
5.      Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan hematom.
6.      Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
7.      Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi, jWidiyas pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ; Walton, 1990:44).

H.    TIPE PENYEMBUHAN LUKA
a.       Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
b.        Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Luka jWidiyas ini biasanya tetap terbuka.
c.        Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2000:397)

I.       DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN.
1)      Nyeri B. D adanya luka.
        Kaji tingkat dan intensitas nyeri serta durasi nyeri.
        Alihkan persepsi px terhadap rasa nyeri.
        Monitor TTV.
        Anjurkan tehnik relaksasi seperti menarik nafas dalam.
2)      Gangguan pola tidur B. D nyeri.
        Kaji tingkat dan intensitas nyeri serta durasi nyeri.
        Monitor TTV.
        Atur posisi px senyaman mungkin.
3)      Keterbatasan aktifitas B. D kelemahan otot.
        Monitor TTV.
        Bantu px untuk melakukan aktifitas.
        Anjurkan px untuk melakukan latihan ROM.
        Libatkan keluarga px dalam pemenuhan aktifitas.



DAFTAR PUSTAKA

ISFI. 2000. ISO Indonesia. Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.

Purnawati, et, all. 1992. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI

Ralami ahmad. 1977. Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.

--------Askep vulnus laceratum. 2011. http://perawat-intan.blogspot.com/2011/05/askep-vulnus-
            laceratum.html.  diakses tanggal 16 Juli 2012 pukul 18.30 WIB
--------Askep vulnus laceratum. 2011.http://downloads.ziddu.com/downloadfiles/17675415/
askepluka.docx.  diakses tanggal 16 Juli 2012 pukul 18.30 WIB


Tidak ada komentar: