Translate

kesehatan

 



MEKANISME NYERI
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu (panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system saraf pusat.

Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
1.      1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus mekanis             terhadap nosiseptor.
2.     2.  Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf          ( neliola, et at, 2000 ).
3.    3.   Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
4.    4.   Nyeri spikologik

Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri osteoneuromuskuler, yaitu :
1.      1. Nociceptor mechanism.
2.      2. Nerve or root compression.
3.      3. Trauma ( deafferentation pain ).
4.      4 Inappropiate function in the control of muscle contraction.
5.      5 Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.


Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
1.      A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.
2.      C fibres, serabut saraf tanpa myelin.

Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat “algesic chemical” substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin dan lain-lain. Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C, mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan Rasa Sakit  Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit.
Pada umumnya otot-otot yang terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor reflexes”. Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral organ, bahkan otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita, misalnya “withdrawal reflex” merupakan mekanisme survival dari organisme.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious circle”, kondisi ini akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat dari kontrksi otot yang kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi system simpatik.
Pada gambar 1, terlihat input serabut afferent dan organ visceral, kulit, sendi, tendons, otot-otot atau impuls dan otak yang turun ke spinal dapat mempengaruhi rangsangan (exitability) dan alpha dan gamma motorneurons yang berakibat kontraksi otot (muscle stiffness), misalnya meningkatkan input nosiseptif dari viscus abdominalis akan meningkatkan tonus otot-otot abdomen. Atau input nosiseptif dari sendi kapsul dapat meningkatkan “reflex excitability” dan beberapa otot-otot antagonis yang bersangkutan dengan pergerakan sendi tersebut sehingga hal ini dapat memblok sendi tersebut, disebut juga sebagai “neurogenic block”. Pengaruh yang paling besar berasal dari otak, stress dan emosi dapat mengakibatkan “descending excitatory pathways”, sehingga merangsang peningkatan reflek dari otot-otot postural.
Perasaan nyeri tergantung pada pengaktifan serangkaian sel-sel saraf, yang meliputi reseptor nyeri afferent primer, sel-sel saraf penghubung (inter neuron) di medulla spinalis dan batang otak, sel-sel di traktus ascenden, sel-sel saraf di thalamus dan sel-sel saraf di kortek serebri. Bermacam-macam reseptor nyeri primer ditemukan dan memberikan persarafan di kulit, sendi-sendi, otot-otot dan alat-alat dalam pengaktifan reseptor nyeri yang berbeda menghasilkan kuatitas nyeri tertentu. Sel-sel saraf nyeri pada kornu dorsalis medulla spinalis berperan pada reflek nyeri atau ikut mengatur pengaktifan sel-sel traktus ascenden. Sel-sel saraf dari traktus spinothalamicus membantu memberi tanda perasaan nyeri, sedangkan traktus lainnya lebih berperan pada pengaktifan system kontrol desenden atau pada timbulnya mekanisme motivasi-afektif.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa thalamus lebih berperan dalam sensasi nyeri dibandingkan daerah kortek serebri (willis WD, 1995). Meskipun demikian penelitian-penelitian lain membuktikan peranan yang cukup berarti dan kortek serebri dalam sensasi nyeri. Struktur diensepalik dan telesepalik seperti thalamus bagian medial, hipotalamus, amygdala dan system limbic diduga berperan pada berbagai reaksi motivasi dan afektif dari nyeri.
Nyeri merupakan pengalaman individu yang melibatkan sensasi sensori dan emosional yang tidan menyenangkan. Nyeri dapat dibagi 2. Pertama, nyeri nosiseptf yang terjadi akibat aktifasi nosi reseptor A-d dan C sebagai respon terhadap rangsangan noxius (termal , mekanik , kimia). Kedua, neyri neuropatik merupakan nyeri yang timbul akibat kerusakan/perubahan patologis pada system saraf perifer atau sentral. Pada kasus reumatik nyeri yang ditimbulkan adalah mixed pain, yaitu kombinasi antara nyeri nosiseptif dan neuropatik.



PENGKAJIAN KEPERAWATAN TTG NYERI
A.   Alat pengkajian nyeri harus memenuhi kriteria :
1.         Mudah dimengerti dan digunakan.
2.         memerlukan sedikit upaya pada pihak pasien
3.         Mudah dinilai
4.         Sensitif terhadap perubahan kecil dalam intensitas nyeri.
B.   Deskripsi Verbal tentang Nyeri :
1.       Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya.
2.       Pengkajian mengenai nyeri menyangkut :
a.              Intensitas nyeri
- Pasien diminta untuk membuat tingatan nyeri pada skala verbal.
- Ada 3 macam skala intensitas nyeri :
Ø  Deskripsi Sederhana
Ø  Nyeri Numerik 0 – 10
Ø  Skala Analog Visual (VAS)
·         Pasien diminta untuk menunjuk titk pada garis yang menunjukan letak nyeri di sepanjang rentang tersebut.
·         Ujung kiri menandakan tidak nyeri, ujung kanan menunjukan nyeri berat.
·         Untuk menilai hasilnya, sebuah penggaris dibuat pasien pada garis dari “tidak  nyeri” diukur dan ditulis dalam cm.
·         Gambar àMenggunakan skala tertulis untuk mengkaji nyeri tidak mungkin dilakukan jika pasien serius atau dalam nyeri yang hebat atau baru saja mengalami pembedahan.
b.              Karakteristik Nyeri
Menyangkut :
*.Letak
*.Durasi (menit, jam, hari, bulan, dsb)
*. Irama : terus menerus, hilang timbul, periode bertambah dan berkurangnya intensitas nyeri.
*. Kualitas nyeri : seperti ditusuk, seperti terbakar, sakit, nyeri seperti digencet.’
c.              Faktor-faktor yang meredakan nyeri
Misalnya membatasi bergerak, istirahat, obat- obat bebas dan apa yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyeri.
d.             Efek nyeri terhadap ADL :
Tidur, napsu makan, konsentrasi, interaksi dgn orang lain, gerakan fisik, bekerja & gerakan yang santai.
e.              Kekhawatiran individu tentang nyeri :
Beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap  peran dan perubahan citra diri.

MENGKAJI RESPONS FISIOLOGIK DAN PERILAKU
TERHADAP NYERI

1.   mengkaji indikasi fisiologis dan perilaku dari nyeri terkadang sulit, jika tidak mungkin.
2.   Indikator fisiologis dan perilaku nyeri yang dapat diamati dapat saja minimal atau tidak ada; namun demikian, hal ini bukan berarti bahwa pasien tidak mengalami nyeri.
3.   Banyak pemberi perawatan kesehatan lebih mengenal nyeri akut disbanding nyeri kronis.
4.   Pemberi perawatan kesehatan yang tidak mengenal respon fisiologis dan perilaku nyeri dapat menanyakan keberadaan nyeri pasien dengan tenang melaporkan nyeri berat atau pada pasien yang tidur nyenyak dengan cepat sebelum atau setelah melaporkan nyeri berat.
5.   Tidak semua pasien dengan nyeri berat menampakan tanda-tanda fisiologis atau perilaku dari nyeri.
6.   Tidak ada tanda-tanda ini tidak harus membuat perawat menyimpulkan bahwa nyeri tidak ada; keberadaan dari tanda-tanda ini tidak selalu berarti bahwa pasien mengalami nyeri.
Indikator Fisiologis

1.   Perubahan fisiologis involunter dianggap sebagai indicator nyeri yang lebih akurat disbanding laporan verbal pasien.
2.   Respon involunter ini seperti – meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, pucat dan berkeringat – adalah indicator rangsangan system saraf otonom, bukan nyeri.
3.   Frekuensi jantung pasien dapat menurun dalam berespons terhadap nyeri akut dan meningkat hanya setelah nyerinya hilang (Moltner, Holel dan Strain, 1990).
4.   Pasien yang mengalami nyeri akut yang hebat mungkin tidak menunjukkan frekuensi pernafasan yang meningkat, tetapi akan menahan napasnya.
5.   Respon fisiologik harus digunakan sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada pasien tidak sadar dan jangan digunakan untuk mencoba memvalidasi laporan verbal dari nyeri individu.
6.   Karena reaksi fisiologik yang dalam terhadap nyeri tidak dapat dipertahankan selama berminggu-minggu atau bertahun-tahun atau bahkan beberapa jam, pasien biasanya berespon secara berbeda terhadap nyeri akut dan nyeri kronis.
7.   Pasien dengan nyeri kronis yang sangat dalam dapat tidak menunjukkan perubahan fisiologik.
8.   Meskipun perubahan fisiologik yang berkaitan dengan respon stress dapat terjadi pada beberapa orang dengan nyeri akut, perubahan seperti itu tidak selalu terjadi; lebih jauh lagi, perubahan tersebut kurang mungkin terjadi  dengan nyeri kronis.
Respon Perilaku Terhadap Nyeri.
1.     Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup
a. Perilaku verbal
b. Ekspresi Wajah
c. Gerakan tubuh
d. Kontak fisik dengan orang lain
e. Perubahan respon terhadap lingkungan.
2.      Individu yang mengalami nyeri akut dapat :
a. Menangis
b. Merintih
c. Merengut
d. Tidak menggerakkan bagian tubuh
e. Mengepal
f. Menarik diri
3.      Orang dapat menjadi marah atau mudah tersinggung dan meminta maaf saat nyerinya hilang.
4.      Suara dari radio atau televisi dapat sangat menjengkelkan bagi orang yang sedang nyeri.
5.      Perilaku ini sangat beragam dari waktu ke waktu.
6.      Meskipun respon perilaku pasien dapat menjadi indikasi pertama bahwa ada sesuatu yang tidak beres, respon perilaku seharusnya tidak boleh digunakan sebagai pengganti untuk mengukur nyeri kecuali dalam situasi yang tidak lazim dimana pengukuran tidak memungkinkan (mis, orang tersebut menderita retardasi mentasl yang berat atau tidak sadar).
7.      Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
8.      Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis jika perilaku demikian merupakan respon normal terhadap nyeri.
9.      Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat.
10.  Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
11.  Individu yang telah berhasil dalam meminimalkan efek nyeri kronik pada kehidupannya harus didorong ketimbang dipatahkan semangatnya dari koping dengan cara ini

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON
SESEORANG TERHADAP NYERI
1.      Pengalaman Masa Lalu Dengan Nyeri
a.       Individu yang mempunyai pengalaman multiple danberkepanjangan dengan nyeri akan lebih sedikit gelisah dan lebih toleran terhadap nyeri dibanding orang yang hanya mengalami sedikit nyeri.
b.      Bagikebanyakan orang,yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialami, maka makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan.
c.       Individu dengan pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri dan pengobatannya yang tidak adekuat.
d.      Sekali individu mengalami nyeri berat, individu tersebut mengetahui hanya seberapa berat nyeri ini dapat terjadi. Sebaliknya, individu yang tidak pernah mengalami nyeri hebat tidak mempunyai rasa takut terhadap nyeri itu.
e.       Cara seseorang berespons terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya.
f.       Individu yang mengalami nyeri selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah, menarik diri dan depresi.
g.      Efek yang tidak diinginkan yang diakibatkan dari pengalaman sebelumnya menunjukkan pentingnya perawat untuk waspada terhadap pengalaman masa lalu pasien dengan nyeri.
h.      Jika nyerinya teratasi dengan cepat dan dengan adekuat, individu mungkin lebih sedikit ketakutan terhadap nyeri dimasa mendatang dan mampu mentoleransi lebih baik.

2.      Ansietas Dan Nyeri
a.       Meskipun umum diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaan.
b.      Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stress praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
c.       Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
d.      Sebagai contohàPasien yang telah mendapatkan pengobatan kanker payudara 2 tahun yang lalu dan sekarang mengalami nyeri pinggang merasa takut bahwa nyeri tersebut merupakan indikasi dari metastasis. Dalam kasus ini ansietas dapat mengakibatkan peningkatan nyeri.
e.       Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara actual dapat menurunkan persepsi nyeri.
f.       ContohàSeorang ibu yang dirawat dengan komplikasi akibat kolesistektomi dan cemas tentang anak- anaknya dapat mencerpa lebih sedikit nyeri ketika ansietas mengenai anak-anaknya meningkat.
g.      Pengunaan rutin medikasi antiansietas untuk mengatiasi ansietas pada seseorang dengan nyeri dapat membuat orang tidak melaporkan nyeri karena sedasi yang berlebihan dan dapat merusak kemampuan pasien untuk melakukan nafas dalam, turun dari tempat tidur dan kerja sama dengan rencana pemulihan.
h.      Secara umum, cara yang lebih efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan pada nyeri ketimbang ansietas.
3.      Budaya Dan Nyeri
a.       Budaya dan etnik mempunyai pengaruh terhadap bentuk respon seseorang terhadap nyeri tetapi tidak mempengaruhi persepsi nyeri (Zatzick dan Dimsdale,1990). Sejak dini pada masa kanak-kanak individu belajar dari sekitar mereka respon nyeri yang bagaimana  yang dapat diterima atau tidak diterima.
b.      Sebagai contohà Anak dapat belajar bahwa cedera akibat olah raga tidak diperkirakan akan terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cedera akibat kecelakaan motor.yang lainnya mengajarkan anak stimuli apa yang diperkirakan akan menimbulkan nyeri dan respon perilaku apa yang diterima.
c.       Keyakinan ini beragam dari satu budaya dengan budaya lainnya; karena orang dari budaya yang berbeda yang mengalami nyeri dengan intensitas yang sama dapat tidak melaporkannya atau bersepon terhadap nyeri tersebut dengan cara yang sama.
d.      Harapan budaya tentang nyeri yang individu pelajari sepanjang hidupnya jarang dipengaruhi oleh pemajanan terhadap nilai-nilai yang berlawanan dengan budaya lainnya.
e.       Akibatnya, individu yakin bahwa persepsi dan reaksi mereka terhadap nyeri adalah normal dapat diterima.
f.       Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
g.      Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti meringis atau menangis yang berlebihan; mencari
h.      Perda nyeri dengan segera dan meberikan deskripsi lengkap entang nyeri.
i.        Harapan budaya pasien mungkin saja menerima orang untuk meringis atau menangis ketika merasa nyeri, untuk menolak tindakan pereda nyeri yang tidak menyembuhkan penyebab nyeri, dan untuk menggunakan kata sifat seperti “tidak tertahankan” dalam menggambarkann nyeri.
j.        Pasien dari latar belakang budaya lainnya bisa bertingkah secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri dengan suara keras.
k.      Perawat harus beraksi terhadap persepsi nyeri pasien dan bukan pada perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya.
l.        Banyak sikap dan perilaku yang lain – seperti keinginan pasien untuk menerima kunjungan atau ingin sendiri atau sikap yang ditunjukan kepda diagnosis – dapat beragam daru satu budaya dengan budaya lainnya.
m.    Mengenali nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan pada harapan dan nilai budaya seseorang.
n.      Namun demikian,sama pentingnya untuk menghindari menyamaratakan pasien secara budaya.
o.      Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien
4.      Usia Dan Nyeri
a.       Pengaruh usia pada persepsi nyeri dan toleransi nyeri tidak diketahui secara luas.
b.      Pengkajian nyeri pada lansia mungkin sulit karena perubahan fisiologis dan psikologis yang menyertai proses penuaan.
c.       Cara lansia berespon terhadap nyeri dapat berbeda dengan cara bersepon orang yang berusia lebih muda.
d.      Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit (mis, diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat persepsi nyeri mungkin tidak berubah.
e.       Karena individu lansia mempunyai metabolism yang lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar dibanding individu berusia lebih muda, analgesic dosis kecil mungkin cukup untuk menghilangkan nyeri.
f.       Bila diberikan analgesic pascaoperatif, lansia menunjukkan keberhasilan peredaan nyeri dengan  dosis opioid yang lebih kecil (Giuffre dkk,1991)
g.      Meskipun banyak lansia mencari perawatan kesehatan karena nyeri, yang lainnya enggan untuk mencari bantuan bahkan ketika mengalami nyeri hebat karena mereka menganggap nyeri menjadi bagian dari penuaan normal.
h.      Diperkirakan lebih dari 85 % dewasa tua mempunyai sedikitnya satu masalah kesehatan  kronis yang dapat menyebabkan nyeri.
i.        Lansia cenderung untuk mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan
j.        Yang lainnya tidak mencari perawatan, karena merasa takut nyerri tersebut menandakan penyakit yang seriur atau mereka takut kehilangan control.


Efek Plasebo
1.    Terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan memberikan hasil bukan karena tindakan atau pengobatan tersebut benar-benar bekerja.
2.    Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif.
3.    Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorphin dalam system control desenden.
4.    Efek ini merupakan respon fisiologis sejati yang dapat diputarbalikan oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
5.    Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan kefektifan medikasi atau intervensi lainnya.
6.    Sering kali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang kefektifan intervensi, makin efektif inntervensi tersebut nantinya.
7.    Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hamper pasti akan mengalami pereedaan nyeri disbanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnnya tidak mempunyai efek apapun.
8.    Hubungan pasien-perawatyang positif dapat juga menjadi peran yang mat penting dalam meningkatkan efek placebo.
9.    Karena kesalahan persepsi tentang placebo dan efek placebo, prinsip-prinsip dan petunjuk- petunjuk berikut selalu diingat :
a.       Efek placebobukan suatu indikasi bahwa seseorang tidak mengalami nyeri; sebaiknya, adalah suatu respon fisiologis yng nyata.
b.      Plasebo tidak boleh digunakan untuk menguji kejujuran seseorang tentang nyeri atau sebagai pengobatan garis depan.
c.       Respon positif terhadap placebo yaitu menurunkan nyeri, jangan pernah diinterprestasikan sebagai suatu indikasi bahwa nyeri yang dialami pasien tidak nyata.
d.      Pasien jangan pernah diberikan suatu placebo (pil gula) sebagai suatu pengganti analgesic. Meskipun placebo dapat menghasilkan analgesia, pasien yangmenerima placebo dapat melaporkan nyerinya hilang atau mereka mengatakan merasakan sedikit lebih baik agar tidak mengecewakan.
Cara Mengkji Skala Nyeri


Keterangan :
0
Tidak nyeri
-
1-3
Nyeri ringan
Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6
Nyeri sedang
Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9
Nyeri berat
secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat  mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10
Nyeri sangat berat
Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.




MANEJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGIK
PENANGANAN NYERI

a.      Dengan perilaku kognitif
Relaksasi
Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).
Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher), Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat
Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1.      Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres
2.      Menurunkan nyeri otot
3.      Menolong individu untuk melupakan nyeri
4.      Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5.      Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6.      Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri

Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007)

Jenis-jenis distraksi:
1.      Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visua
2.      Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).
3.      Distraksi pernafasan
4.      Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. Distraksi intelektualAntara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.





Penyebab Gemuk yang Bukan dari Makanan

 

Makan terlalu banyak dan tidak berolahraga mungkin menjadi penyebab utama kegemukan, tapi ternyata itu bukan satu-satunya yang bikin orang gemuk. Ada hal-hal mengejutkan lain yang juga membuat orang menjadi gemuk. Apa saja?

Penelitian telah menunjukkan bahwa hal-hal yang tidak terduga juga bisa menjadi faktor penyebab naiknya berat badan seseorang.

Berikut beberapa hal mengejutkan yang bisa membuat orang menjadi gemuk, seperti dilansir myhealthnewsdaily, Selasa (10/5/2011):

1. Terkena satu jenis strain virus flu
Anak-anak yang terkena strain virus flu biasa tertentu yang disebut adenovirus 36 lebih cenderung menjadi gemuk daripada anak-anak yang tidak tertular virus tersebut, berdasarkan temuan dalam jurnal Pediatrics.

Dalam sebuah penelitian terhadap 124 anak-anak, hampir 80 persen dari mereka yang terkena strain virus tersebut gemuk. Mereka ditimbang rata-rata 50 pound (23 kilogram) lebih berat dari anak-anak yang tidak terkena virus.

2. Operasi pengangkatan amandel
Para peneliti dari St Louis University di Missouri menemukan bahwa anak-anak yang amandelnya telah dikeluarkan (di operasi pengankatan) lebih banyak mengalami kenaikan berat badan setelah operasi ketimbang dari anak-anak yang tidak operasi amandel.

Para peneliti menemukan peningkatan berat badan dan indeks massa tubuh (BMI) bisa dilihat sampai tujuh tahun setelah operasi. BMI meningkat sebesar 5,5 persen menjadi 8,2 persen setelah operasi. Menurut peneliti hal ini karena operasi yang mengurangi masalah kesehatan lain yang dibawa oleh tonsilitis mungkin dapat meningkatkan nafsu makan anak.

3. Tidak cukup tidur
Orang yang tidak mendapatkan cukup tidur meningkatkan risiko menjadi obesitas, berdasarkan penelitian di jurnal Archives of Disease in Childhood.

Sejumlah perubahan hormon dan intoleransi glukosa (prekursor diabetes) terjadi ketika tubuh tidak cukup istirahat. Kurang tidur dapat memacu kelaparan dan kelelahan yang dapat mengurangi aktivitas fisik dan menyebabkan kenaikan berat badan, berdasarkan penelitian di jurnal Critical Reviews in Food Science and Nutrition.

4. Tidur dengan lampu menyala
Menyalakan lampu saat tidur malam dapat membuat berat badan Anda meningkat, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.

Penelitian di Ohio State University mengungkap bahwa cahaya terang dapat mengubah sistem metabolisme tubuh. Perubahan itu terjadi karena jam biologis atau ritme sirkardian mudah terpengaruh oleh adanya cahaya. Obesitas dipengaruhi oleh cahaya terang di malam hari, sebagai faktor alami yang berkaitan dengan jam biologis.

5. Sering terpapar polusi
Polusi berdampak pada metabolisme tubuh, menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Critical Reviews in Food Science and Nutrition dan International Journal of Obesity.

Bahan kimia seperti bisphenol A yang ditemukan di plastik dapat mengganggu endokrin yang berhubungan dengan obesitas dengan mengganggu hormon sinyal. Sementara pestisida yang mempengaruhi sintesis hormon dan metabolisme juga bisa membuat tubuh menjadi gemuk.

6. Gen
Ilmuwan diidentifikasi 18 tanda-tanda genetik baru bisa berperan dalam obesitas dan 13 tanda genetik baru dapat menentukan apakah lemak dapat menumpuk di sekitar pinggang atau pinggul, menurut dua studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature Genetics.

7. Memiliki ibu yang makan tinggi lemak saat hamil
Para peneliti dari Universitas Cincinnati dan Medical College of Georgia menemukan bahwa ibu yang mengonsumsi makanan tinggi lemak saat hamil dapat menyebabkan plasenta memberikan nutrisi terlalu banyak untuk janin, sehingga dapat menyebabkan bayi lahir dengan berat badan besar yang merupakan faktir risiko obesitas di kemudian hari.

8. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan digunakan untuk mengendalikan atau mencegah depresi, diabetes, hipertensi dan kehamilan yang tidak diinginkan dapat menyebabkan kenaikan berat badan, menurut jurnal Critical Reviews in Food Science and Nutrition.

9. Memiliki ibu yang bekerja
Anak-anak dengan ibu bekerja (wanita karir) lebih cenderung menjadi gemuk daripada anak-anak yang tinggal di rumah ibu, menurut penelitian yang diterbitkan di American Journal of Epidemiology.


http://health.detik.com













Macam atau jenis cairan infus dan kegunaanya :

1. Cairan hipotonik.

Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik.

Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik.

Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya :
1. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Cairan yang digunakan dalam terapi
Cairan yang sering digunakan ialah cairan elektrolit (kristaloid) cairan non-elektrolit, dan cairan koloid.

Cairan elektrolit (kristaloid) :
Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus.
Cairan pemeliharaan (rumatan) :
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Dewasa : 1,5 – 2 ml/kg/jam
Anak-anak : 2 – 4 ml/kg/jam
Bayi : 4 – 6 ml/kg/jam
Orok (neonatus) : 3 ml/kg/jam
Mengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium.
Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45).

Sediaan Cairan Pemeliharaan (rumatan)

Cairan pengganti :
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung dsb).
Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl.

Sediaan Cairan Pengganti

Cairan untuk tujuan khusus (koreksi):
Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll.

Sediaan Cairan Koreksi

Cairan non elektrolit :
Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan.

Cairan koloid :
Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler.
Contoh cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah.
Cairan koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.








LAPORAN TENTANG NYERI DAN
RELAKSASI DISTRAKSI











Disusun oleh :
1) Indra Hermawan ( A1 1000608 )
2) Juni Prayitno ( A1 1000575 )





PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2010
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada perkembangan dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi telah meningkat pesat. Kemajuan dibidang teknologi membawa manfaat yang besar bagi manusia. Penambahan jalan raya dan penggunaan kendaraan bermotor yang tidak seimbang menyebabkan jumlah korban kecelakaan lalu lintas meningkat, tetapi peningkatan jumlah tertinggi lebih banyak terjadi di negara berkembang. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka kejadian fraktur semakin tinggi, dan salah satu kondisi fraktur yang paling sering terjadi adalah fraktur , yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dan harus menjalani pembedahan dengan konsekuensi didapatkan efek nyeri setelah operasi
Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi. Tak luput juga kemajuan ilmu dibidang kesehatan dan semakin canggihnya teknologi banyak pula ditemukan berbagai macam teori baru, penyakit baru dan bagaimana pengobatannya. Manajemen nyeri merupakan salah satu cara yang digunakan dibidang kesehatan untuk mengatasi nyeri yang dialami oleh pasien. Pemberian analgesik biasanya dilakukan untuk mengurangi nyeri. Teknik relaksasi merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi dalam strategi penanggulangan nyeri, disamping metode TENS (Transcutaneons Electric Nerve Stimulation), biofeedack, plasebo dan distraksi. Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat mengubah 2 persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2005).
Pemberian analgesik dan pemberian narkotik untuk menghilangkan nyeri tidak terlalu dianjurkan karena dapat mengaburkan diagnosa (Sjamsuhidajat, 2005). Perawat berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pasien dan membantu serta menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam manejemen nyeri (Lawrence, 2002). Secara garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen non farmakologi.
Manajemen nyeri dengan melakukan teknik 3 relaksasi merupakan tindakan eksternal yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup latihan pernafasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, dan meditasi, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Brunner & Suddart, 2001).

BAB II
METODOLOGI

Metodologi adalah cara yang digunakan dalam pengumpulan data-data yang bersifat objektif dari berbagai sumber. Mencantumkan beberapa variable yang berhubungan dengan permasalahan yang kita bahas. Dimana permasalahan tersebut sedang dicari penyelesaianya. Dalam penyusunan laporan ilmiahn ini, kami menggunakan metode sebagai berikut :
1. Metode telaah internet
Metode internet adalah metode yang digunakan dalam mengumpulkan data atau informasi yang dilakukan dengan browsing dan searching.
Alamat alamat yang kami gunakan adalah sebagagi berikut :
a. http://www.trinoval.web.id/2010/04/nyeri-post-operasi.html (Nyeri post Operasi)
b. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=1892070471&sid=1&Fmt=6&clientId=120702&RQT=309&VName=PQD



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengertian Nyeri
Menurut The International Association For the Study of Pain (IASP).
Nyeri didefinisikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial sehingga akan menyebabkan kerusakan jaringan. Persepsi yang disebabkan oleh rangsangan yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan yang disebut nosisepsion. Nosisepsion merupakan langkah awal proses nyeri. Respon neurologik yang dapat membedakan antara rangsang nyeri dengan rangsang lain disebut nosiseptor. Nyeri dapat mengakibatkan impairment dan disabilitas. Impairment adalah abnormalitas atau hilangnya struktur atau fungsi anatomik, fisiologik maupun psikologik. Sedangkan disabilitas adalah hasil dari impairment, yaitu keterbatasan atau gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas yang normal. (Sudoyo, 2006)
B. Faktor yang Memengaruhi Nyeri
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya adalah:
1. Arti nyeri
bagi seserang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti nyeri merupakan arti yang negatif, sepc:rti membahayakan, merusak, dan lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti usia, jenis kelamin, latar belakang sosial kultural, lingkungan; dan pengalaman.
2. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian sangat subyektif tempatnya pada korteks (pada fungsi evaluatif kognitio. Yersepsi ini dipengaruhi oleh faktor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
3. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubungannya dengan adanya intensitas nyeri yang dapat memengaruhi seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat memengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain alkohol, obat-obatan, hipnosis, gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat dan scbagianya. Sedangkan faktor yang menurunkan tolcransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tiidak kunjung hilang, sakit, dan lain-lain.
4. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk recspons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, takut, cemas, usia dan lain-lain.
5. Skala Nyeri
Reaksi yang dialami oleh pasien mempunyai ukuran tersendiri dari 0-10 dengan tingkatan sebagai berikut :
a. Skala Normal
b. Skala ringan
c. Skala sedang
d. Skala berat
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1) skala intensitas nyeri
deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik


3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis



C. PENANGANAN NYERI
1. MANEJEMEN NYERI NON FARMAKOLOGIK
a. Dengan perilaku kognitif
Relaksasi
Relaksasi merupakan metode yang efektif terutama pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, frekuensi jantung, dan ketegangan otot, yang menghentikan siklus nyeri-ansietas-ketegangan otot (McCaffery, 1989).


Ada tiga hal utama yang diperlukan dalam relaksasi, yaitu : posisi yang tepat, pikiran beristirahat, lingkungan yang tenang. Posisi pasien diatur senyaman mungkin dengan semua bagian tubuh disokong (misal; bantal menyokong leher),
Pasien menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara Perlahan-lahan udara dihembuskan sambil membiarkan tubuh menjadi kendor dan merasakan dan merasakan betapa nyaman hal tersebut. Pasien bernapas beberapa kali dengan irama normal
Pasien menarik napas dalam lagi dan menghembuskan pelan-pelan dan membiarkan hanya kaki dan telapak kaki yang kendor. Perawat minta pasien untuk mengkonsentrasikan pikiran pasien pada kakinya yang terasa ringan dan hangat
Pasien mengulang langkah ke-4 dan mengkonsentrasikan pikiran pada lengan perut, punggung dan kelompok otot-otot yang lain. Setelah pasien merasa rileks, pasien dianjurkan bernapas secara pelan-pelan. Bila nyeri menjadi hebat, pasien dapat bernapas dangkal dan cepat.
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri


Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang. Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu indera saja (Tamsuri, 2007)
Jenis-jenis distraksi:
1. Distraksi visual
Melihat pertandingan, menonton televisi, membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visua
2. Distraksi pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki. (Tamsuri, 2007).


3. Distraksi pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga terbentuk pola pernafasan ritmik.Bernafas ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri. Distraksi intelektualAntara lain dengan mengisi teka-teki silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti mengumpulkan perangko, menulis cerita.



BAB IV
PENUTUP


A. PENUTUP
Demikianlah laporan yang kami buat, tentunya dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, maka dari itu kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga laporan ilmiah ini dapat berguna dan barmanfaat untuk semua orang. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

-----. 2010. Nyeri Post Operasi.
< http://www.trinoval.web.id/2010/04/nyeri-post-operasi.html> ( diakses tanggal 14 Januari 2011 pukul 15.30 wib ).

-----. 2010. Agroforestry Systems.
( diakses tanggal 15 Januari 2011 pukul 10.30 wib ).

MAKALAH
KONSEP SEHAT SAKIT










Disusunoleh :
Indra Hermawan ( A1 1000608)
SI Keperawatan Tingkat 1










SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2010


KONSEP SEHAT SAKIT
A. Pengertian
1. Sehat menurut WHO 1974
Kesehatan adalah keadaan sempurna baik fisik, mental, social bukan hanya bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.
2. UU N0. 23/1992 tentang kesehatan
Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
3. Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian, sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
4. Kesehatan mental menurut UU No.3/1961
Adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik, intelektual, emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan selaras dengan keadaan orang lain.
5. Kesehatan social adalah suatu kemampuan untuk hidup bersama dengan masyarakat dilingkungannya.
6. Kesehatan fisik adalah suatu keadaan dimana bentuk fisik dan fungsinya tidak ada ganguan sehingga memungkinkan perkembangan psikologis, dan social serta dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari dengan optimal.

Sesuai dengan pengertian sehat di atas dapat di simpulkan bahwa kesehatan terdiri dari 3 dimensi yaitu fisik, psikis dan social yang dapat diartikan secara lebih positif, dengan kata lain bahwa seseorang diberi kesempatan untuk mengembangkan seluas-luasnya kemampuan yang dibawanya sejak lahir untuk mendapatkan atau mengartikan sehat.
Meskipun terdapat banyak pengertian/definisi, konsep sehat adalah tidak standart atau baku serta tidak dapat diterima secara mutlak dan umum. Apa yang dianggap normal oleh seseorang masih mungkin dinilai abnormal oleh orang lain, masing-masing orang/kelompok/masyarakat memiliki patokan tersendiri dalam mengartikan sehat. Banyak orang hidup sehat walau status ekonominya kekurangan, tinggal ditempat yang kumuh dan bising, mereka tidak mengeluh adanya gangguan walau setelah ditimbang berat badanya dibawah normal.
Penjelasan ini menunjukan bahwa konsep sehat bersifat relatif yang bervariasi sangat luas antara sesama orang walau dalam satu ruang/wilayah. Sehat tidak dapat diartikan sesuatu yang statis, menetap pada kondisi tertentu, tetapi sehat harus dipandang sesuatu fenomena yang dinamis. Kesehatan sebagai suatu spectrum merupakan suatu kondisi yang fleksibel antara badan dan mental yang dibedakan dalam rentang yang selalu berfluktuasi atau berayun mendekati dan menjauhi puncak kebahagiaan hidup dari keadaan sehat yang sempurna.
Sehat sebagai suatu spectrum, Pepkins mendefinisikan sehat sebagai keadaan keseimbangan yang dinamis dari badan dan fungsi-fungsinya sebagai hasil penyesuaian yang dinamis terhadap kekuatan-kekuatan yang cenderung menggangunya. Badan seseorang bekerja secara aktif untuk mempertahankan diri agar tetap sehat sehingga kesehatan selalu harus dipertahankan.
B. Pengertian
1. Perkins mendefinisikan sakit sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa seseorang sehingga seseorang menimbulkan gangguan aktivtas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan social
2. R. Susan mendefinisikan sakit adalah tidak adanya keserasian antara lingkungan dan individu.
3. Oxford English Dictionary mengartikan sakit sebagai suatu keadaan dari badan atau sebagian dari organ badan dimana fungsinya terganggu atau menyimpang.




Keadaan sehat – Sakit
A. Kontinum Sehat – sakit
Status kesehatan seseorang terletak antara dua kutub yaitu “ sehat optimal dan “ kematian “, yang sifatnya dinamis. Bila kesehatan seseorang bergerak kekutub kematian maka seseorang berada pada area sakit (illness area) dan bila status kesehatan bergerak kearah sehat (optimal well being) maka seseorang dalam area sehat (wellness area).
Rentan sehat sakit :
Rentan sehat sakit adalah suatu skala ukkur hipotesis untuk megukur keadaan sehat atau kesehatan seseorang .Kedudukan seseorang pada skala tersebut bersifat dinamis dan individual karena dipengaruhi oleh factor pribadi dan lingkukngan. Pada skala ini sewaktu waktu seseorang bias berada dalam keadaan sehat, namun dilain waktu bias bergeser ke keadaan sakit.







B. Perkembangan penyakit
Faktor yang berperan dalam perkembangan penyakit antara lain :
1. Etiologi : Secara sederhana dapat diartikan sebagai penyebab sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit. Etiologi terdiri dari 2 golongan yaitu :
a. Golongan biologis
b. Golongan non biologis
2. Patogenesis : Asal mula dan perkembangan keadaan patologis atau penyakit. Fase yang terdapat pada proses perjalanan penyakit :
a. Fase prapatogenesis
b. Fase inkubasi
c. Fase penyakit dini
d. Fase penyakit lanjut
e. Fase akhir penyakit
3. Manifestasi klinis : Pada awal perkembangan penyakit sering kali kita tidak menemukan adanya keluhan pada klien.
C. Mempertahankan status kesehatan
1. Sesuai dengan sifat sehat-sakit yang dinamis, maka keadaan seseorang dapat dibagi
menjadi sehat optimal, sedikit sehat, sedikit sakit, sakit berat dan meninggal.
2. Bila seseorang dalam area sehat maka perlu diupayakan pencegahan primer (primary prevention) yang meliputi health promotion dan spesific protection guna mencegah terjadinya sakit.
3. Bila seseorang dalam area sakit perlu diupayakan pencegahan sekunder dan tersier
yaitu early diagnosisand promt treatment, disability limitation dan rehabilitation.
D. Factor yang berpengaruh terhadap perubahan sehat sakit
A. Blum, mengemukakan terdapat 6 faktor yang mempengaruhi status sehat-sakit, yaitu
1. Faktor politik meliputi keamanan, tekanan, tindasan dll.
2. Faktor perilaku manusia meliputi kebutuhan manusia, kebiasaan manusia, adat
istiadat.
3. Faktor keturunan meliputi genetic, kecacatan, etnis, fator resiko.
4. Factor pelayanan kesehatan meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif.
6. Factor social ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan dll.


D. Tingkat Pencegahan(Peran perawat dalam konteks sehat sakit)
Dalam perkembangan selanjutnya untuk mengatasi masalah kesehatan termasuk penyakit di kenal tiga tahap pencegahan:
Pencegahan primer: promosi kesehatan (health promotion) dan perlindungan khusus (specific protection).
Pencegahan sekunder: diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), pembatasan cacat (disability limitation)
Pencegahan tersier: rehabilitasi.
1. Pencegahan primer dilakukan pada masa individu belum menderita sakit, upaya yang dilakukan ialah:
a. Promosi kesehatan/health promotion yang ditujukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
b. Perlindungan khusus (specific protection): upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain.
2. Pencegahan sekunder dilakukan pada masa individu mulai sakit
a. Diagnosa dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment),
tujuan utama dari tindakan ini ialah 1) mencegah penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan 2) untuk mengobati dan menghentikan proses penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan cacat.
b. Pembatasan cacat (disability limitation) pada tahap ini cacat yang terjadi
diatasi, terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan hingga mengakibatkan terjadinya cacat yang lebih buruk lagi.


3. Pencegahan tersier
a. Rehabilitasi, pada proses ini diusahakan agar cacat yang di derita tidak menjadi
hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik, mental dan sosial. Adapun skema dari ketiga upaya pencegahan itu dapat di lihat pada gambar dua. Pada gambar dua proses perjalanan penyakit dibedakan atas a) fase sebelum orang sakit: yang ditandai dengan adanya keseimbangan antara agen (kuman penyakit, bahan berbahaya), host/tubuh orang dan lingkungan dan b) fase orang mulai sakit: yang akhirnya sembuh atau mati.
Gambar dua: Tingkat pencegahan penyakit (sumber: Leavel and clark, 1958) Promosi kesehatan dilakukan melalui intervensi pada host/tubuh orang misalnya makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya menghilangkan tempat berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara, menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes, atau terhadap agent penyakit seperti misalnya dengan memberikan antibiotika untuk membunuh kuman.
Perlindungan khusus dilakukan melalui tindakan tertentu misalnya imunisasi atau proteksi pada bahan industri berbahaya dan bising . Melakukan kegiatan kumur-kumur dengan larutan flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptik sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum makan untuk mencegah penyakit diare.

DAFTAR PUSTAKA


http://perawattegal.wordpress.com/2009/08/31/konsep-sehat-sakit/ (diakses kamis, 16 Desember 2010 .pukul09.00)

Tidak ada komentar: