Translate

Sabtu, 01 Maret 2014

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HEMATEMESIS

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
HEMATEMESIS

A.              KONSEP DASAR

1.    Pengertian
Hematemesis adalah muntah darah  yang disebabkan oleh adanya perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan dan bergumpal-gumpal. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996)
Hematemisis adalah muntah darah dan melena adalah pengeluaran feses atau tinja yang berwarna hitam seperti ter ( Soeparman, 1997).
2.    Etiologi
Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunum. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. (Sjaifoellah Noer, dkk, 1996) Etiologi dari Hematemesis adalah :
a.       Kelainan esofagus : varise, esofagitis, keganasan.
b.      Kelainan lambung dan duodenum: tukak lambung dan duodenum, keganasan dan lain-lain.
c.       Penyakit darah: leukemia, DIC (disseminated intravascular coagulation), purpura trombositopenia dan lain-lain.
d.      Penyakit sistemik lainnya: uremik, dan lain-lain.
e.       Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik: golongan salisilat, kortikosteroid, alkohol, dan lain-lain.


Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perbedaan usaha penanggulangan setiap macam perdarahan saluran makan bagian atas. Penyebab perdarahan saluran makan bagian atas yang terbanyak dijumpai di Indonesia adalah pecahnya varises esofagus dengan rata-rata 45-50 % seluruh perdarahan saluran makan bagian atas (Hilmy 1971: 58 %)
3.    Patofisiologi
a.      Ulkus peptikum
Ulkus peptikum terjadi terutama pada mukosa gastroduodenal karena jaringan ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam hidroklorida) dan pepsin. Erosi yang terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin, atau berkenaan dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat mensekresi mucus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
b.      Sekresi lambung
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase yang serupa ; (1) fase sefalik yaitu : fase yang dimulai dengan rangsangan seperti pandangan, bau, atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral yang pada gilirannya merangsang saraf vagal , (2) fase lambung, yaitu : pada fase lambung dilepaskan asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap resptor di dinding lambung, dan (3) fase usus, yaitu makanan pada usus halus menyebabkan pelepasan hormon (dianggap sebagai gastrin) yang pada waktunya akan merangsang sekresi asam lambung.
c.       Barier mukosa lambung
Merupakan pertahanan utama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan lambung itu sendiri. Faktor lain yang mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah , keseimbangan asam basa, integritas sel mukosa  dan regenersi sel epitel. Seseorang mungkin akan mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua faktor ini , yaitu; (1) hipersekresi asam lambung (2) kelemahan barier mukosa lambung.
Apapun yang menurunkan produksi mucus lambung atau merusak mukosa lambung adalah ulserogenik ; salisilat, obat  anti inflamasi non steroid, alcohol dan obat antiinflamasi.
d.      Sindrom Zollinger-Ellison
Sindrom ini diidentifikasi melalui temuan ; hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan gastrinoma dalam pancreas.
e.       Ulkus Stres
Merupakan istilah yang diberikan pada ulserasi mukosal akut dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh stress secara fisiologis. Kejadian stress misalnya ; luka bakar, syok, sepsis berat dan trauma organ multipel.
4.    Pathway
5.    Gejala Klinis
Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
a.    Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan diare.
b.    Demam, berat badan turun, lekas lelah.
c.    Ascites, hidratonaks dan edemo.
d.   Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau kecoklatan.
e.    Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapati adanya demam, ikterus dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain, ditambahkan sirosis dalam keadaan aktif. Hati-hati akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
f.     Kelainan pembuluh darah seperti kolateral-kolateral didinding, koput medusa, wasir dan varises esofagus.
g.    Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
h.    Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.
i.      Amenore, hiperpigmentasi areola mamae
j.      Spider nevi dan eritema
k.    Hiperpigmentasi
l.      Jari tabuh
6.    Pemeriksaan penunjang
a.       Laboratorium
1)                        Darah : Hb menurun / rendah
2)                        SGOT, SGPT yang meningkat merupakan petunjuk kebocoran
dari sel yang mengalami kerusakan.
3)                        Albumin, kadar albumin yang merendah merupakan
cerminan kemampuan sel hati yang kurang.

4)                        Pemeriksaan kadar elektrolit penting dalam penggunaan
diuretik dan pembatasan garam dalam diet.
5)                        Peninggian kadar gula darah.
6)                        Pemeriksaan marker serologi pertanda ureus seperti
HBSAg/HBSAB, HBeAg, dll
b.      Radiologi
1)                        USG untuk melihat gambaran pembesaran hati, permukaan
splenomegali, acites
2)                        Esofogus untuk melihat perdarahan esofogus
3)                        Angiografi untuk pengukuran vena portal
7.    Penatalaksanaan
a.    Istirahat cukup ditempat tidur
b.    Diet rendah protein, rendah garam, diit tinggi kalori
c.    Antibiotik
d.   Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabang dan glukosa.
e.    Robansia vitamin B kompleks

B.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.       Pengkajian
a.       Identitas pasien, meliputi :
Nama, Umur (biasanya bisa usia muda maupun tua), Jenis kelamin (bisa laki-laki maupun perempuan), Suku bangsa, Pekerjaan, Pendidikan, Alamat, Tanggal MRS, dan Diagnosa medis
b.       Keluhan utama
biasanya keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba.
c.       Riwayat kesehatan
1.       Riwayat kesehatan sekarang
keluhan utama kx adalah muntah darah atau berak darah yang datang secara tiba-tiba       .
2.       Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya kx mempunyai riwayat penyakit hepatitis kronis, sirosis hepatitis, hepatoma, ulkus peptikum, kanker saluran pencernaan bagian atas, riwayat penyakit darah (misal : DM), riwayat penggunaan obatulserorgenik, kebiasaan / gaya hidup (alkoholisme, gaya hidup / kebiasaan makan).
3.       Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya apabila salah satu anggota keluarganya mempunyai kebiasaan makan yang dapat memicu terjadinya hematemesis melena, maka dapat mempengaruhi anggota keluarga yang lain
d.      Pola-pola fungsi kesehatan
1.      Pola perspsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya klien mempunyai kebiasaan alkoholisme, pengunaan obat-obat ulserogenik
2.      Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah, kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus daam bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna
3.      Pola aktivitas dan latihan
Gangguan aktivitas atau kebutuhan istirahat, kekurangan protein (hydroprotein) yang dapat menyebabkan keluhan subjektif pada pasien berupa kelemahan otot dan kelelahan, sehingga aktivitas sehari-hari termasuk pekerjaan harus dibatasi atau harus berhenti bekerja 
4.      Pola eliminasi
Pola eliminasi mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis, konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi pekat.
5.      Pola tidur dan istirahat
Terjadi perubahan tentang gambaran dirinya seperti badan menjadi kurus, perut membesar karena ascites dan kulit mengering, bersisik agak kehitaman.
6.      Pola hubungan peran
Dengan adanya perawatan yang lama makan akan terjadi hambatan dalam menjalankan perannya seperti semula.
7.      Pola reproduksi seksual
Akan terjadi perbahan karena ketidakseimbangan hormon, androgen dan estrogen, bila terjadi pada lelaki (suami) dapat menyebabkan penurunan libido dan impoten, bila terjadi pada wanita (istri) menyebabkan gangguan pada siklus haid atau dapat terjadi aminore dan hal ini tentu saja mempengaruhi pasien sebagai pasangan suami dan istri.
8.      Pola penaggulangan stres
Biasanya kx dengan koping stres yang baik, maka dapat mengatasi masalahnya namun sebaliknya bagi kx yang tidak bagus kopingnya maka kx dapat destruktif lingkungan sekitarnya.
9.      Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pola ini tidak terjadi gangguan pada klien.
e.       Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum
Keadaan umum klien Hematomesis melena akan terjadi ketidak seimbangan nutrisi akibat anoreksia, intoleran terhadap makanan / tidak dapat mencerna, mual, muntah, kembung.
2.      Sistem respirasi
Akan terjadi sesak, takipnea, pernafasan dangkal, bunyi nafas tambahan hipoksia, ascites.
3.      Sistem kardiovaskuler
Riwayat perikarditis, penyakit jantung reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati), distritnya, bunyi jantung (S3, S4).
4.      Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas, pruritus, neuritus perifer.
5.      Sistem persyaratan
Penurunan kesadaran, perubahan mental, bingung halusinasi, koma, bicara lambat tak jelas.
6.      Sistem geniturianaria / eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali. asites), penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipasi.
f.       Diagnosa Keperawatan (Lynda Juall Carpenito)
1.      Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung
2.      Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3.      Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
4.      Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perawatan pennyakitnya.
5.      Intoleransi aktivitas berhubugnan dengan kelemahan
g.      Perencanaan / Intervensi
1.      Diagnosa Kep. I : Resiko terjadi syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan dilambung.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria Hasil : - Perdrahan berkurang / berhenti, Nadi teratur dan pengisian kuat (60 – 100 x/mnt), Tekanan darah menurun (110/70 – 120/80 mmHg). Akral hangat
Rencana Tindakan
a)      Observasi TTV dan tanda-tanda syok hipovolemik tiap 30 menit
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien sehingga dapat menentukan tindakan yang lebih tepat.
b)      Bila ada tanda-tanda syok hipovolemik beri posisi kepala lebih rendah dari kaki..
R / Mencegah terjadinya hipoksia
c)      Observasi intake dan out put cairan
R / Menjaga kebutuhan keseimbangan cairan tetap adekuat
d)     Observasi adanya perdarahan
R / Deteksi dini terhadap perubahan kondisi pasien
e)      Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian plasma expander
R / Mengganti plasma yang keluar akibat muntah dan BAB darah
2.      Diagnosa Kep II :        Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan : Sesak nafas berkurang
Kriteria Hasil : - Frekuensi pernafasan normal (RR 16 – 20 x/menit). , Tidak terdapat bunyi nafas tambahan, Kx tidak hipoksia.
Rencana Tindakan
a)      Observasi TTV klien (terutama RR).
R / Mengetahui tk skala sesak Kx.

b)      Auskultasi bunyi nafas Kx.
R / Mengetahui ada tidaknya bunyi nafas tambahan.
c)      Berikan posisiyang nyaman pada Kx seperti semi fowler.
R / Mengurangi rasa nyeri.
d)     Kolaborasi dengan tim dokter dalam memberikan teraepi obat.
R / Melaksanakan fungsi independent.
3.      Diagnosa Kep. III : Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan ketidakmampuan untuk memproses (mencerna) makanan.
Tujuan : Kebutuhan pasien terpenuhi
Kriteria Hasil : - Tidak ada nyeri tekan abdomen, Mual / muntah berkurang, BB meningkat, Nafsu makan bertambah
Rencana Tindakan
a)      Timbang BB Kx setiap hari.
R / Sebagai indikator / status nutrisi Kx tercukupi atau belum.
b)      Motivasi Kx agar mau makan.
R / Meningkatkan nafsu makan.
c)      Kolaborasi dengan tim ahli gizi dalam pemberian nutrisi.


DAFTAR PUSTAKA


H. M. Syaifoellah Noer. Prof. dr, dkk., Ilmu Penyakit Dalam, FKUI, Jakarta, 1996.

Marlyn E. Doenges dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta. 2000.

Lynda Juall Carpenito, Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta, 1999.





























Tidak ada komentar: