Translate

Sabtu, 01 Maret 2014

DHF (Dengue Haemoragic Fever)


DHF (Dengue Haemoragic Fever)

 














Disusun Oleh :

Indra Hermawan
A11000608






PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
GOMBONG
2013

DHF (Dengue Haemoragic Fever)
A.      DEFINISI
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2000; 419).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi & Yuliani, 2001).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak – anak berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok yang disebabkan virus dengue dan penularan melalui gigitan nyamuk Aedes (Soedarto, 1990; 36).
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

B.       ETIOLOGI
1.      Virus Dengue
Virus Dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1, 2, 3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel-sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel-sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus (Soedarto, 1990; 36).



2.      Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &Suprohaita, 2000; 420).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban) sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah di lubang-lubang pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya (Aedes Albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan senja hari. (Soedarto, 1990 ; 37).
3.      Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta (Soedarto, 1990; 38).




C.       KLASIFIKASI DHF
WHO, 1997 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1.      Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan hemokonsentrasi.
2.      Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3.      Derajat III
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan pasien menjadi gelisah.
4.      Derajat IV
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teratur, anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

D.      PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan virtemia. Hal tersebut menyebabkan pengaktifan complement sehingga terjadi komplek imun Antibodi-virus pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat (3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, histamin), yang akan merangsang PGE2 di Hipotalamus sehingga terjadi termo regulasi instabil yaitu hipertermia yang akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi. Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah yang menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi-virus juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak teratasi terjadi hipoxia jaringan.
Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh manusia.
Sebagai reaksi terhadap infeksi terjadi :
1.      aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular.
2.       agregasi trombosit menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi trombosit sebagai akibatnya akan terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang
3.      kerusakan sel endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler dan kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopenia dan kuagulopati (Arief Mansjoer & Suprohaita, 2000; 419).
E.       MANIFESTASI KLINIS
1.      Demam
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2-7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala-gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya (Soedarto, 1990; 39).
2.      Perdarahan
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji tocniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura (Soedarto, 1990; 39). Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993; 296). Perdarahan gastrointestinat biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995; 349).



3.      Hepatomegali
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita (Soederita, 1995; 39).
4.      Renjatan (Syok)
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda-tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk (Soedarto, 1995; 39).

F.        PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Darah
a.       Trombosit menurun
b.      HB meningkat lebih 20 %
c.       HT meningkat lebih 20 %
d.      Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3
e.      Protein darah rendah
f.        Ureum PH bisa meningkat
g.       NA dan CL rendah
2.      Serology : HI (hemaglutination inhibition test)
a.       Rontgen thorax : Efusi pleura
b.      Uji test torniquet (+)

G.      PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.      Tirah baring atau istirahat baring
2.      Diet makan lunak
3.      Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4.      Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5.      Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6.      Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.
7.      Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
8.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
9.      Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
10.  Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
11.  Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam.

H.      PENCEGAHAN
Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut :
1.      Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF.
2.      Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan.
3.      Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
4.      Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi.
Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain :
a.       Menggunakan insektisida
Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air.



b.      Tanpa insektisida
Caranya adalah :
-          Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7-10 hari).
-          Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.
-          Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain
 yang memungkinkan nyamuk bersarang.



FOKUS PENGKAJIAN
A.      Identitas Klien
Identitas Penanggung jawab
B.       Keluhan Utama
C.       Riwayat Penyakit Sekarang
D.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1.      Prenatal :
2.      Natal dan post natal:
3.      Penyakit yang pernah diderita:
4.      Hospitalisasi/tindakan operasi:
5.      Injuri/kecelakaan:
6.      Alergi :
7.      Imunisasi dan tes laboratorium:
8.      Pengobatan:
E.       Riwayat Sosial
1.      Yang mengasuh
2.      Hubungan dengan anggota keluarga
3.      Pembawaan secara umum
F.        Riwayat Keluarga
1.      Sosial ekonomi          
2.      Lingkungan rumah
3.      Penyakit keluarga
G.      Pengkajian Tingkat Perkembangan Saat Ini
1.      Personal sosial
2.      Motorik halus
3.      Bahasa
4.      Motorik kasar
H.      Pengkajian Pola Kesehatan
1.      Pemeliharaan kesehatan
2.      Pola nutrisi
3.      Pola eliminasi
4.      Pola aktifitas dan latihan
5.      Pola istirahat dan tidur
6.      Pola konsep diri
7.      Pola peran hubungan
8.      Pola persepsi dan kognitif
9.      Pola reproduksi dan seksual
10.  Pola koping atau temperamen dan disiplin yang diterapkan
11.  Pola nilai dan keyakinan

I.         Pemeriksaan Fisik
1.      Keadaan umum :
2.      Kesadaran      :
3.      TTV : Nadi     : x/menit
RR       :  x/menit
Suhu    : oC
4.      Kulit
5.      Kepala
6.      Mata
7.      Telinga
8.      Hidung
9.      Mulut
10.  Leher
11.  Dada
Paru-paru
Jantung
12.  Payudara
13.  Abdomen
14.  Genetalia
15.  Muskuleskeletal
16.  Neurologi




J.         Pemeriksaan Penunjang
1.      Data Laboratorium
Pemeriksaan darah
IgG dengue    :
HB                 : gr/dl
Ht                   : %
Leukosit         : ul
Trombosit       : ul
K.      Diagnosa Keperawatan
a.         Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue
b.         Kekurangan volume cairan b.d perdarahan, muntah dan demam
c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
d.        Nyeri akut b.d proses patologis penyakit
e.         Resiko syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

L.       Intervensi Keperawatan
a.         Hipertermi b.d proses infeksi virus dengue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
   diharapkan hipertermi dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
-       Suhu tubuh normal (36 – 37oC)
-       Pasien bebas dari demam
Intervensi :
1)        Kaji saat timbulnya demam
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien
2)        Observasi tanda vital (suhu, nadi, pernafasan) setiap 3 jam
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
                        umum pasien.



3)        Anjurkan pasien untuk banyak minum ± 2,5 liter/24 jam
Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh
                        meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang  
                       banyak.
4)        Berikan kompres hangat.
Rasional : dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang
                        mempercepat penurunan suhu tubuh.
5)        Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6)        Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu
                        tinggi.
b.         Kekurangan volume cairan b.d perdarahan, muntah dan demam
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan tidak terjadi devisit voume cairan, dengan kriteria
hasil:
-       Input dan output seimbang
-       Vital sign dalam batas normal (N: 80-120x/mnt, S: 36-37,5oC, RR: 20-50x/mnt)
Intervensi :
1)      Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital
Rasional : menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui
 penyimpangan dari keadaan normalnya.
2)      Observasi tanda-tanda syok
Rasional : agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani
 syok.
3)      Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang
 mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh
 karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.

4)      Anjurkan pasien untuk banyak minum
Rasional : asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume
 cairan tubuh.
5)      Catat intake dan output
Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan.

c.         Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 
    diharapkan gangguan pemenuhan nutrisi teratasi, dengan kriteria
   hasil:
-            Intake nutrisi klien meningkat
-            Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan/dibutuhkan
Intervensi:
1)        Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : untuk menetapkan cara mengatasinya.
2)        Kaji cara/bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu
                        makan pasien.
3)        Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional: Membantu mengurangi kelelahan pasien dan
 meningkatkanasupan makanan.
4)        Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : untuk menghindari mual.
5)        Catat jumlah/porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6)        Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan
                        muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7)        Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : untuk mengetahui status gizi pasien.

d.        Nyeri akut b.d proses patologis penyakit
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 
 diharapkan nyeri teratasi, dengan kriteria hasil:
-       Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
1)      Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2)      Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri.
3)      Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan
perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4)      Lakukan terapi bermain
Rasional : untuk mengurangi rasa nyaeri.
5)      Berikan obat-obat analgetik.
Rasional : analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.

e.       Resiko syok hypovolemik b.d perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam 
 diharapkan tidak terjadi syok hypovolemik, dengan kriteria hasil:
-          Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi:
1)      Monitor keadaan umum pasien
Raional : untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama
saat terdi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok/syok.
2)      Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk
    memastikan tidak terjadi presyok/syok.
3)      Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda
     perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat
    dan tepat dapat segera diberikan.

4)      Kolaborasi dalam pemberian cairan intravena
Rasional : cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan
     cairan tubuh secara hebat.
5)      Kolaborasi dalam pemeriksaan HB, trombosit
Rasional : untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
    dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih
    lanjut.




















DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, (terjemahan). Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 2000.Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Effendy, Christantie. 1995.Perawatan Pasien DHF. Jakarta: EGC.
Hendarwanto. 1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi ketiga. Jakarta: FKUI.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. 2000. Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Jakarta:Fakultas Kedokteran UI : Media Aescullapius.
Sunaryo, Soemarno. 1998. Demam Berdarah Pada Anak. Jakarta: UI.



Tidak ada komentar: